counter

Kamis, 20 Maret 2014

Resolusi Konflik Kehutanan Di Kota Palopo Menunggu Kebijakan Pemerintah Yang Pro Rakyat



“Belum ada sejarah Kepala Daerah dipenjara karena memperjuangkan Nasib Rakyatnya, Bahkan Jika pun ada maka itu lebih Mulia daripada Berdiam Diri”(Hamsaluddin)




Konflik di sekitar kawasan hutan masih menempati urutan teratas di Negara ini, Potensi Konflik di sector Kehutanan ini bahkan bersifat laten dan semakin menambah sejarah buruknya perhatian Pemerintah kepada masyarakatnya. Sampai saat ini ada 33.000 Desa yang berkonflik di sekitar dan dalam Kawasan Hutan, untuk wilayah Sulawesi Selatan berjumlah 719 Desa/Kelurahan dan Khusus Kota Palopo ada 5 Kelurahan dengan Jenis Konflik Hutan Lindung dan Konservai Taman Wisata Alam
 
Satu hal yang tak dapat dipungkiri bahwa potensi Konflik Kehutanan ini adalah salahsatu bentuk warisan paradigma Hukum zaman Belanda dengan UU Agraria 1870 atau biasa dikenal dengan Agrarische Wet 1870. Undang- Undang ini paling terkenal dengan ungkapan bahwa semua tanah yang tidak bisa dibuktikan sebagai hak eigendom seseorang maka tanah tersebut adalah Tanah Milik Negara. Disisi yang lain kita mengenal Kawasan Hutan yang sering didefinisikan sebagai Suatu Kawasan yang diatasnya tidak berdiri Hak”Sertifikat”.
 
Tindakan Semena-mena Negara di sector Kehutanan dilanjutkan atau diwarisi oleh UU 41 Tahun 1999 seperti pada Pasal 1 Angka 3 sebelum direvisi “Kawasan Hutan adalah Wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai Hutan Negara”. Pasal ini yang banyak menimbulkan konflik karena penegakan hukumnya dibarengi dengan Fatwa Kekuasaan Kehutanan yang dengan semena-mena menunjuk suatu wilayah sebagai Kawasan Hutan, baik itu perkampungan ataupun sector-sektor produksi masyarakat.
 
Kewenangan Kehutanan yang sangat adi kuasa ini dikeluhkan oleh masyarakat dan bahkan Pemerintah di beberapa Daerah karena merasa tidak ada jaminan kepastian hukum dalam menjalankan kewenangannya yang berada di sekitar atau didalam Kawasan Hutan seperti Permukiman,Perumahan, maupun sarana Prasarana lainnya yang mendukung kemajuan Masyarakat di Daerahnya seperti Bupati Kapuas, Bupati Katingan,Bupati Barito Timur, Bupati Sukamara,Bupati Gunung Mas yang dengan berani melakukan gugatan hukum ke Mahkamah Konstitusi mengenai pasal 1 Angka 3 UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan tersebut.

Perjuangan Gugatan beberapa Bupati diatas dipenuhi oleh Mahkamah Konstitusi dengan Putusan MK No.45/PUU-IX/2011 yakni merevisi Pasal 1 Angka 3 UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dari ““Kawasan Hutan adalah Wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai Hutan Negara” menjadi “Kawasan Hutan adalah Wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai Hutan Tetap”. Perubahan Redaksi Pasal diatas memastikan pula tentang Konsekuensi Hukum terhadap Kawasan Hutan yang masih dalam status penunjukan antara lain :
1.    Kawasan Hutan yang masih dalam status Penunjukan tidak memiliki Konsekuensi Hukum dan Penerapan Hukum diatasnya adalah Bentuk Pelanggaran dan Kriminalisasi.
2.    Mendesak Pihak Kehutanan untuk melakukan Tahapan Penatabatasan Kawasan Hutan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.

Putusan MK No.45/PUU-IX/2011 ini merupakan salahsatu solusi untuk penyelesaian Konflik Sumber Daya Alam yang berada di Sekitar atau di dalam Kawasan Hutan di masing-masing Daerah, hal ini tentunya harus dibarengi dengan Sikap dan Political Will Pemerintah Daerah yang Bijak dan mau menyelamatkan Masyarakatnya dari Jeratan Hukum yang terkait dengan Kehutanan.

Khusus di Kota Palopo yang memiliki 5 Keluharan yang berada disekitar dan didalam Kawasan Hutan tercatat ±10 Kasus Masyarakat yang terjerat oleh aturan-aturan Kehutanan dan menjadi kendala serta alasan bagi Pemerintah Daerah dalam memberikan Bantuan serta Pelayanan pada sector vital seperti PUSKESKEL dan Jalan Tani di Kelurahan Battang Barat, Pembangunan Sekolah Dasar di Kelurahan Padang Lambe/Lemarrang.

Di satu sisi Kawasan Hutan untuk Provinsi Sulawesi Selatan masih dalam Status Penunjukan Sesuai SK No. 434 Menhut-II/2009 yang berarti segala aktifitas penjagaan Hutan yang meniscayakan Penegakan Hukum setelah di Revisinya UU 41 Tahun 1999 Pasal 1 Angka 3 adalah bentuk Pelanggaran Hukum dan tindakan tersebut adalah Ilegal serta Kriminal.

Demi berjalannya Penerapan Kebijakan dan Implementasi Hukum yang benar pada sector Kehutanan, diharapkan Peran Pemerintah Daerah Kota Palopo untuk turut aktif mengimplementasikan Rekomendasi Putusan Mahkamah Konstitusi No.45/PUU-IX/2011 seperti melakukan Penatabatasan Kawasan Hutan yang melibatkan Masyarakat sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang berlaku dan mendorong Revisi Tata Ruang Wilayah dengan tidak mengikuti Peta Penunjukan Kawasan Hutan secara membabi buta, karena Peta Penunjukan hanya menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah untuk menvalidkan dan memastikan tidak adanya hak-hak pihak ketiga dalam Peta Penunjukan tersebut

Pelibatan Masyarakat terkait Penatabatasan Kawasan Hutan adalah bentuk Penghargaan,Penghormatan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat yang berada di sekitar dan di dalam Kawasan Hutan seperti yang diatur pada Nomor : P.62/Menhut-II/2013 TENTANG  PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR  P.44/MENHUT-II/2012 TENTANG PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN Pasal 1 Angka 17-18.

Penatabatasan yang tidak Partisifatif akan menimbulkan claim hak dimasing-masing pihak dan menjadi cikal bakal Konflik Sumber Daya Alam antara Pemerintah dan Masyarakat. Implementasi MK No.45/PUU-IX/2011 dengan melakukan Penatabatasan Ulang Kawasan Hutan dan Merevisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Palopo adalah hal yang di impikan oleh Masyarakat yang berada disekitar dan didalam Kawasan Hutan, hal ini juga menjadi Peluang Besar bagi Pemerintah Kota Palopo untuk melayani masyarakat dengan pemberian Fasilitas Umum tanpa melanggar Hukum yang ada.  

Harapan untuk meminimalisir Konflik Sumber Daya Alam disekitar dan didalam Kawasan Hutan sangat memiliki Peluang Besar bagi Pemerintah Daerah Kota Palopo, hal ini dengan merujuk Kawasan Hutan Kota Palopo yang masih mencapai 42% dan masih besar untuk ambang batas Kawasan Hutan yang dipersyaratkan untuk setiap daerah. Namun sekali lagi dibutuhkan Kebijakan Pemerintah Daerah Kota Palopo yang Pro Rakyat seperti beberapa Bupati yang dengan susah payah melakukan Gugatan UU 41 Tahun 1999 Pasal 1 Angka 3  demi mewujudkan Pembangunan di Daerahnya. Pemerintah Kota Palopo tak harus latah memahami mekanisme Hukum yang ada tapi melihat Aspirasi dan kebutuhan Masyarakat,  karena keinginan Masyarakat tentunya tidak memikirkan kerugian bagi hidup mereka.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar