counter

Selasa, 27 Desember 2011

TAMBANG : MELUDAHI WAJAH PRESIDEN SBY

Ragam regulasi yang lahir di Negara ini sudah sangat jauh dari harapannya, bahkan regulasi yang ada banyak melahirkan bencana karena hanya dilandasi oleh kepentingan golongan semata dan pemilik modal (Kapital).

Pemerintah dalam menyusun rencana pembangunan dan penyusunan kebijakan hanya memetingkan pendapatan upeti daerah (APBD) dan upeti pribadi. Walau sesungguhnya dapat mengorbankan nasib rakyat dan menyalahi kebijakan pemerintahan yang lainnya.

Di Kota Palopo ini ramai terdengar rencana pertambangan di wilayah Kota Palopo yakni Daerah Siguntu dan Mangkaluku yang terletak di Kelurahan Latuppa. Daerah ini pernah di usung namun mendapatkan protes dari beberapa pihak baik itu Mahasiswa, Masyarakat dan LSM yang ada di Kota Palopo.

Saya melihat geliat ini disebabkan karena Kadis PSDA & Pertambangan yang selalu disorot dengan Posisi tanpa kinerja serta kesuksesan Toraja Utara yang memanfaatkan Sumber Daya Alamnya bekerjasama dengan PT.Toraja meaning.


Melihat antusias ini, membuat saya menorehkan tulisan ini, bukan sebagai tanda penolakan tapi terlebih tanda penegasan bahwa tambang bukanlah salahsatu aspek yang dapat memberikan kontribusi pada PAD Kota Palopo, dan bukan karena tidak adanya tambang hingga PAD Kota Palopo mengalami collaps.

Terkait dengan geliat rencana pertambangan yang ada di Kota Palopo ada beberapa hal yang ingin saya bagi kepada Pemerintah, LSM/NGO dan Masyarakat. Hal ini bagi saya sangat memiliki keterkaitan dan bila rencana pertambangan di Kota Palopo terus dipaksakan akan menjadi ambang ketidaksinerginya kebijakan pemerintah pada level Pusat dan daerah/Kabupaten/Kota. Serta pelanggaran kesepahaman dengan Negara-negara yang ada di dunia ini.

“PERTAMBANGAN”
Melanggar Komitmen Moratorium Hutan
Pada Mei 2010 Pemerintah Negara Indonesia (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono) mengumumkan komitmen Moratorium Hutan dua tahun untuk deforestasi komersial di Indonesia.

Sangat penting bagi stackholder baik itu Pemerintah di level manapun, Masyarakat dan LSM/NGO memahami dengan baik kondisi kekinian terkait dengan kebijakan Negara mengenai Moratorium Hutan ini.

 Definisi Moratorium : Penghentian untuk jangka waktu tertentu dari aktivitas penebangan dan konversi hutan untuk mengambil jarak dari masalah agar didapat jalan keluar yang bersifat jangka panjang dan permanen.

Tujuan Moratorium :
- Mencari cara terbaik untuk keluar dari berbagai bencana dan dampak negative dari ekstraktif industry di sector kehutanan.
- Merupakan langkah awal untuk restorasi ekosistem (Hutan dan Rawa Gambut)
- untuk perbaikan tata kelola (Governace) penegakan dan kepastian hokum serta menghentikan deforestasi.

Obyek Utama Moratorium adalah : Hutan Alam, Kesatuan Bentang Alam Hutan dan Lahan Gambut.

Prinsip moratorium ini tidak hanya diberlakukan pada izin baru namun juga pada izin yang telah dikeluarkan, hal ini diharapkan untuk menjamin perlindungan total terhadap hutan, bentang alam dan rawa gambut.

Adapun beberapa Kriteria dan indicator keberhasilan Moratorium ini diantaranya adalah tidak adanya konversi di kawasan hutan, kesatuan bentang alam dan rawa gambut (diterapkan per tanggal 1 januari 2011) serta tidak ada lagi pemberian izin diatas kawasan bernilai ekologi penting dan bernilai karbon tin ggi, komitmen ini diperkuat dengan dilarangnya pemberian izin setelah penandatangan surat niat (Letter of Intent) pada bulan mei 2010.


Ada beberapa hal yang penting untuk diperhatikan terkait langkah-langkah implementasi Moratorium Hutan diantaranya :
- Penghentian Pengeluaran Izin Baru dan melakukan review terhadap izin yang telah dikeluarkan yang ada pada sector Hutan seperti HPH, IPK, Izin perkebunan Sawit dan Izin pertambangan.
- Menyelamatkan Hutan-Hutan yang paling terancam.
- Menyelesaikan konflik social dan pertanahan.

Rencana pertambangan yang terus menggeliat di Kota Palopo ini seakan berlawanan dengan konsep Moratorium Hutan yang dilakukan oleh Presiden SBY bahkan wacana yang mencuat bagaikan meludahi wajah Presiden SBY, Sehingga Nampak dalam bayangan kita “Bagaikan mengadu KADIS PSDA Kota Palopo (Amang Usman Vs PRESIDEN RI (Susilo Bambang Yudhoyono)”.

Komitmen Moratorium Hutan ini sangat penting untuk diperhatikan bagi penggiat Tambang yang ada di Kota Palopo karena pelanggaran terhadapnya akan mendapatkan sanksi yang tak ringan. Otonomi daerah bukanlah hal yang mengaharuskan kita untuk berpikir dan berbuat liberal, bukan hanya pendapatan Asli daerah (PAD) yang menjadi alasan atas eksploitasi tambang yang dapat menimbulkan efek negative bagi eksistensi Negara di mata dunia, dampak kesehatan serta perampasan terhadap hak juga menjadi hal yang penting untuk dipikirkan.
Moratorium Hutan juga menyinggung tentang hak-hak Masyarakat Adat karena memang selama ini masyarakat adat yang hidup berdampingan dengan kekayaan Sumber Daya Alam sering mengalami perampasan hak atas wilayahnya.
Sehingga moratorium ini menjadikan  Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (United Nations Declaration On The Rights Of Indigenious Peoples) menjadi pilar dan payung atas segala bentuk pelaksanaan kebijakan yang berkaitan dengan mereka, serta sepenuhnya menghormati tanah mereka(Wilayah adat),Budaya dan Kedaulatan Mereka.

Rencana pertambangan di Siguntu dan Mangkaluku sangat penting memerhatikan beberapa pihak ;

-          Lokasi Pertambangan yang berada di daerah Wisata Kota palopo
-          Lokasi Pertambangan merupakan areal serapan dan Gudang air Pipa PDAM yang menghidupi hajat orang banyak
-          Lokasi Pertambangan adalah daerah yang memiliki dampak bencana seperti banjir dan Longsor bila terjadi ekspolitasi pertambangan, hal ini bukan prediksi tapi realita yang telah kita alami di Kota palopo beberapa kali dan sampai menimbulkan korban nyawa serta kerugian yang besar.
-          Lokasi pertambangan adalah Hutan Lindung.
-          Lokasi pertambangan adalah Wilayah Adat yang mengharuskan ada kesepakatan ya atau tidak dari Masyarakat Adat setempat sesuai prinsip Free Prior Informent Consent (FPIC), yakni prinsip dunia yang menjadi acuan saat ingin melakukan aktifitas di wilayah masyarakat adat dan yang menyangkut hajat hidup mereka.
Melalaikan Prinsif ini, menjadikan masyarakat Adat dapat melakukan penggugatan di Mahkamah internasional seperti kasus HGU. PT Toba Pulp Lestari yang ada di Sumatera.
Bukan saatnya kita hanya berpikir local yang membuat kita seakan ketinggalan zaman. Bukan saatnya berpikir PAD semata yang akan membuat kita seperti anak matre,  Bukan saatnya ikut-ikutan yang membuat kita seperti julukan katuru’ turu’.
Rakyat punya kedaulatan di Negara ini, penolakan serta ketidaksepahaman Rakyat harusnya tidak dipahami sebagai proses penghambat tapi itulah budaya serta nilai demokrasi yang harus dijunjung dan dihargai.Pemakasaan kehendak pemerintah membuat kita berpikir apa beda antara pemerintah dan Perampok yang juga memaksakan kehendaknya.

(Penulis aktif di Lembaga : Perkumpulan Buni Sawerigading (PBS)Kota Palopo, Wahana Lingkungan Lestari Celebes Area (Wallacea) Kota palopo dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tana Luwu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar