Jumat, 20 Desember 2013
Dialog Live Radio To Kalekaju Membahas Resolusi Konflik Kehutanan Battang Barat
Palopo_To Kalekaju FM (SUARA KOMUNITAS).
Radio To Kalekaju FM Kota Palopo menggelar Dialog Live Radio bertema,''
Menggugat Tata Ruang Kota Palopo: Tata Ruang untuk Siapa?'' untuk
mencari upaya penyelesaian konflik kehutanan yang terjadi di Kelurahan
Battang Barat Kecamatan Wara Barat Kota Palopo (18/12) bertempat di
ruang pertemuan Perkumpulan Wallacea.
Dialog yang dihadiri oleh parapihak yang berkepentingan, seperti
Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun), Bappeda, Dinas Tata Ruang,
NGO dan pemerhati lingkungan -seperti Perkumpulan Wallacea, AMAN Tana
Luwu-, perwakilan BEM mahasiswa, dan komunitas-komunitas yang berasal
dari dataran tinggi Kota Palopo,- seperti Kambo, Latuppa, Padang Lambe,
dan komunitas Ba'tan yang ada di wilayah To jambu.
Program dialog live radio ini merupakan bentuk dukungan seta
kepedulian terhadap komunitas Ba'tan di Wilayah To Jambu yang tengah
menghadapi konflik kehutanan karena hampir seluruh wilayahnya ditunjuk
sebagai hutan lindung dan hutan konservasi Taman Wisata Alam
(TWA) Nanggala III. Dialog yang dipandu Basri Andang ini diawali dengan
pemutaran film dokumenter,''Menjaga Kearifan Lokal, Mencegah Perubahan
Iklim Global.'' Pemutaran film tersebut menjadi pengantar dialog.
Masyarakat Sipil Tolak Kebijakan Pembangunan yang Tidak Konsisten dengan Rencana Penyelamatan Hutan
Jakarta, 17 Desember 2013. Indonesia tengah berada di
persimpangan jalan. Komitmen SBY untuk menurunkan emisi sebesar 26% atau
41% dari kondisi bisnis seperti biasa pada tahun 2020 sekaligus menjaga
pertumbuhan ekonomi sebesar 7% mulai dipertanyakan oleh masyarakat
sipil, terlebih ketika kebijakan percepatan dan perluasan pembangunan
ekonomi Indonesia yang tercakup dalam Perpres No. 88/2011 atau MP3EI,
justru mengancam keberadaan hutan Indonesia yang tersisa, yang
merupakan tumpuan hidup puluhan juta penduduk, termasuk masyarakat adat
dan lokal. Janji Pemerintah untuk ‘menghijaukan’ MP3EI pasca-protes
masyarakat sipil pun belum terlihat sementara Pemilu sudah di depan
mata. Berdasarkan analisis HuMa dan 23 organisasi lain yang terlibat
dalam jaringan pendokumentasi konflik, kerusakan lingkungan dan konflik
agraria diperkirakan akan meningkat menjelang tahun politik seiring
maraknya transaksi ekonomi-politik untuk mencapai kursi kekuasaan. Dalam
hal ini, daerah menjadi medan pertempuran penting karena di tingkat
inilah konsesi eksploitasi SDA banyak dikeluarkan secara masif menjelang
pemilu.
Selasa, 17 Desember 2013
20.000 Hektare Hutan Sulsel Rawan Konflik
MAKASSAR - Dari 21,1 juta hektare hutan yang
dimiliki Sulawesi Selatan, seluas 20.000 hektare diantaranya berpotensi
tinggi mengalami konflik.
Penyebabnya, hampir sebagian besar dari luas hutan yang rawan berkonflik tersebut merupakan hutan lindung. Namun belakangan, kawasan tersebut telah ditinggali oleh warga setempat.
Kawasan hutan yang sewaktu-waktu bisa menimbulkan konflik tersebut diantaranya tersebar di Kab Sinjai, Bulukumba, dan Bone, Luwu Utara (Lutra) dan Kab Luwu.
"Luas hutan yang bermasalah itu mencapai 20.000 hektare dan bersentuhan kawasan hutan. Sampai sekarang belum ada tindak lanjut," ungkap Kepala Dinas Kehutanan Sulsel Syukri Mattinetta kepada wartawan, Selasa (6/3/2012).
Dia mengatakan, persoalan tersebut sudah bertahun-tahun dan belum kunjung diselesaikan hingga sekarang ini. Olehnya itu, Syukri meminta kepada daerah yang bersangkutan untuk mengajukan permohonan ke Kementerian Kehutanan (Kemenhut)
agar dijadikan hutan kemasyarakatan.
Penyebabnya, hampir sebagian besar dari luas hutan yang rawan berkonflik tersebut merupakan hutan lindung. Namun belakangan, kawasan tersebut telah ditinggali oleh warga setempat.
Kawasan hutan yang sewaktu-waktu bisa menimbulkan konflik tersebut diantaranya tersebar di Kab Sinjai, Bulukumba, dan Bone, Luwu Utara (Lutra) dan Kab Luwu.
"Luas hutan yang bermasalah itu mencapai 20.000 hektare dan bersentuhan kawasan hutan. Sampai sekarang belum ada tindak lanjut," ungkap Kepala Dinas Kehutanan Sulsel Syukri Mattinetta kepada wartawan, Selasa (6/3/2012).
Dia mengatakan, persoalan tersebut sudah bertahun-tahun dan belum kunjung diselesaikan hingga sekarang ini. Olehnya itu, Syukri meminta kepada daerah yang bersangkutan untuk mengajukan permohonan ke Kementerian Kehutanan (Kemenhut)
agar dijadikan hutan kemasyarakatan.
Langganan:
Postingan (Atom)