Jam 2.30 wita.
Mobil yang kami tumpangi tiba-tiba berhenti dan mematikan mesinnya,
dihadapan mobil tersorot jalanan terjal dan berlubang, saya pun turun untuk
melihat kondisi jalan sebagaimana sebelumnya untuk mengarahkan jalur untuk pak
sopir. Namun pak sopir dengan semangat yang lesu dan ungkapan yang mengeluh
mengajak saya mengobrol dan menyatakan ketidaksanggupannya melanjutkan
perjalanan.
Lama mengobrol dan akhirnya saya katakan bahwa saya tidak bisa
mengambil keputusan serta meminta pak sopir untuk berbicara langsung dengan k
enal yang masih tertidur di mobil, tak lama berselang hajar membangunkan kak
enal untuk mengobrolo dengan pak sopir tentang keluhannya yang tak mampu lagi
melanjutkan perjalanan.
Dari atas mobil kak enal nyeletuk dengan ungkapan layaknya orang yang
baru bangun tidur, “ndak bisa begitu,kita
kan sudah sepakat sampe di desa bada”ungkapnya, sopir pun meminta maaf “addampanganna dikka’ iya ke kupatarrui te
oto,tae mo kubisa sule,apalagi sipaddua ra’,na leto mi per na te oto,melengke’
duka mi rem na”(saya minta maaf dengan sangat,kalau saya teruskan ini
mobil,saya tidak bisa lagi kembali,apalagi saya hanya berdua,sedangkan
per/pegas mobil saya sudah patah dan kampas remnya sudah melengket).