counter

Jumat, 29 November 2013

BERAWAL DARI PROGRAM GNRHL BERUJUNG PADA PENANGKAPAN SALAH SATU WARGA.

19 November 2013 pukul 19:09
Keberadaan Masyarakat Di  Dusun Tassosso Desa Gunung Perak Kecamatan Sinjai Barat kabupaten Sinjai adalah sesuatu yang mutlak untuk diakui dan dilegitimasi keberadaannya oleh Negara, jauh sebelum Negara ada, sebuah komunitas masyarakat  telah  ada dan lebih makmur di daerah tersebut dengan konsep kerukunannya sendiri, tapi kenyataannya dewasa ini Negara telah tidak bersungguh – sungguh mengakui, melindungi dan mensejahterakan Rakyatnya. Salah satu Bukti keberadaan mereka dapat kita lihat dengan bukti peninggalan tapal batas kawasan lahan kelola masyarakat di Desa Gunung Perak ini. Terdapat Tembok besar peninggalan zaman penjajahan belanda dan pagar batu bersusun sebagai tanda tapal Batas kawasan lahan kelola masyarakat dan tanah Negara. Jika Negara bersungguh sungguh maka perangkat – perangkatnya telah lama  mengakomodir legalitas keberadaan dan lahan mereka agar berkekuatan hukum formal tetap.

Namun sekali lagi pengakuan itu tak kunjung dirasakan oleh masyarakat, yang miris justru terjadi adalah kawasan hutan Negara yang semakin memperluas diri, merambah kawasan kelola Masyarakat dan melewati tapal batas.  yang muaranya terjadi klaim lahan perkebunan masyarakat sebagai kawasan hutan lindung.  Inilah cikal bakal dimulainya hubungan Tarik menarik kepentingan antara penunjukan kawasan hutan Negara berikut batas batas klaimnya dengan kepentingan Masyarakat untuk tetap bertani, melanjutkan cara mereka memenuhi kebutuhan keluarga. Namun kita dapat melihat dan belajar dari kasus yang demikian terjadi di semenanjung Negeri ini bergulir, entah dari mana konsepsi Negara dan bagaimana proses panjangnya hingga konsep Negara kesejahteraan itu demikian bergeser dari eksistensinya.
Negara yang Notabenenya adalah segala-galanya dan memiliki hak mutlak untuk melakukan apa saja di Negeri ini ternyata membuat rakyat tak berdaya dan mendapat pukulan yang sangat telat dalam memperjuangkan hak-haknya. BADAN PERTANAHAN NASIONAL dan DINAS KEHUTANAN adalah instrumen Negara yang menjadi titik sentral kekuatan itu dipermanenkan. Status kepemilikan tanah kemudian mendapat pengakuan hanya jika memiliki dokumen – dokumen yang sah atas pengakuan Negara. Masyarakat yang bermukim di daerah pesisir Hutan dan jauh dari akses pendidikan sama sekali tidak dan semakin jauh dari pengetahuan produk hukum yang dimiliki Negara, Pada akhirnya Masyarakat harus berbondong-bondong meninggalkan lahan penghidupannya, mereka takut jika menebang satu pohon saja maka penjaralah jawabannya, sebagian dari mereka mungkin ada yang beranjak ke kota yang lebih kejam lagi melanjutkan hidup, disamping mereka menyimpan pertanyaan dalam benaknya, “Kenapa mereka menebang dan merambah hutan dengan jumlah yang besar tapi tidak apa-apa, sedangkan kami hanya menebang pohon satu saja itupun kami punya kearifan tanam tebang pohon tapi di tangkap ?”.
Kronologi Kasus Penahanan Bapak Najamuddin
Tahun 2001  :  Status kepemilikan Tanah kelola masyarakat di Dusun Tassosso tidak jelas, dengan inisiatif Masyarakat dan pemerintah desa melakukan usaha lobi ke Pemerintah Daerah Kabupaten Sinjai. Atas kebijakan Bupati Sinjai “H.Moh.Roem, maka masyarakat diberi izin kelola di daerah tersebut. Sekitar 178 masyarakat Gunung Perak bertani di daerah tersebut. Masyarakat kemudian menanam berbagai macam tanaman termasuk tanaman jangka pendek dan jangka panjang, tanaman jangka pendek berupa sayur mayur, sedangkan tanaman jangka panjang berupa tanaman Kopi dan Cengkeh. Selama kurun waktu tiga tahun  masyarakat mengelola tanamannya kemudian berniat mengajukan surat kepemilikan tanah yang sah berupa sertifikat.
Taghun 2003 :
-          Kabupaten Sinjai Mengalami transisi kepemimpinan dari bupati H.Muh.Roem ke Bupati terpilih Andi rudiyanto Asapa, Pada tahun 2003 ini kemudian Masuk Program GNRHL ( Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan Dan Lahan ) Namun sebelumnya Terjadi kebakaran hutan di daerah kawasan Hutan lindung, Kebakaran tersebut tidak di ketahui berasal dari mana, sebab masyarakat ikut menjaga kelestarian hutan.  Pada saat terjadi kebakaran, pihak kehutanan kabupaten sinjai bersama dengan masyarakat berusaha memadamkan kebakaran tersebut. Sekitar tujuh orang  masyarakat  yang dipimpin oleh Kepala desa “Pak Syamsyuddin” menghadiri panggilan Polsek Kecamatan Sinjai barat, dalam pertemuan tersebut, pihak kepolisian meminta keterangan terhadap kebakaran hutan yang terjadi. Kemudian selanjutya  muncul sebuah perintah untuk meninggalkan dan menghentikan pengelolaan lahan yang dikelola masyarakat sejak tahun 2001.

-          Masyarakat kemudian meninggalkan dan menghentikan pengelolaan lahannya, berbeda dengan Pak Najamuddin salah satu warga Tassosso, dengan alasan tidak memiliki lahan yang lain untuk di garap untuk keluarga, kemudian meminta kebijakan untuk tetap bertani di kawasan tersebut, permintaan pak najamuddin pada waktu itu adalah berniat untuk Holtikultura dengan bibit kayu yang telah tersedia sebagai program GNRHL. Kepala Dinas Kehutanan memberikan izin kepada pak Najamuddin untuk itu. Pak Najamuddin tetap melanjutkan pengelolaan lahannya disamping  menanam sejumlah ratusan pohon bibit kayu.
 Tahun 2013 :
-          Selama 12 tahun Pak Najamuddin berkebun dan menjaga kelestarian hutan, dan pada bulan April, beliau menebang satu pohon kayu putih untuk memperbaiki rumahnya yang terdiri dari tiga potong.
-          Pada bulan Mei 2013  Pak Najamuddin  mmenuhi panggilan ke Polsek Sinjai Barat, dalam panggilan tersebut beliau dimintai keterangan selaku saksi atas penebangan dan perdagangan kayu yang sebelumnya dilakukan oleh Mandor Kehutanan (Pak Latif Bin Canneng) bersama saudaranya ( Asdar Alias Bago Bin Canneng ).  Berlangsung sekitar 3 bulan, kasus penebangan sejumlah 8 pohon kayu yang dilakukan oleh Mandor Kehutanan tidak ada proses lebih lanjut.
Tahap Pelaporan dan penahanan Pak Najamuddin :
-          Sekitar bulan Juni 2013 Pak Najamuddin di laporkan ke pihak Kepolisian resort Sinjai dengan tuduhan merambah hutan Lindung oleh Pak SUARDI, beliau adalah salah satu polisi kehutanan Sinjai .( data detail tentang dasar laporan sementara menunggu usaha salinan BAP Pak najamuddin  oleh Kepolisian yang enggan diserahkan kepada kawan-kawan Mahasiswa ).

-          Menurut kesaksian Pak Najamuddin beliau pernah bersitegang dengan Pak SUARDI ( Polisi Kehutanan ) Tentang pemanfaatan hasil hutan yang cenderung diskriminatif kepada masyarakat di banding pemanfaatan oleh oknum kehutanan yang bahkan mereka perjual belikan ( contohnya mandor kehutanan Pak Latif Bin Canneng).

-          Pada Bulan Ramadhan 2013 Pak Najamuddin tiba – tiba menerima surat panggilan untuk menghadap ke Polres Sinjai, beliau baru mengetahui bahwa dirinya telah dilaporkan ke Pihak kepolisian resor Sinjai setelah membaca surat panggilan tersebut. Pak Najamuddin  Kemudian memenuhi panggilan tersebut, di Polres Sinjai Pak Najamuddin di Sambut Oleh Pak ASFAR untuk di mintai keterangan. Dalam proses penyelidikan Pak ASFAR selaku penyidik kasus atas laporan itu sesering mengajukan pertanyaan dan penyataan  kepada  pak Najamuddin bahwa Benar anda telah melakukan penebangan pohon sebnyak  8 pohon kayu , namun Pak Najamuddin Menjawab bukan dirinya tetapi yang melakukan itu adalah mandor Kehutanan bersama saudaranya (Pak Latif Bin Canneng dan Asdar Alias Bago Bin Canneng ) dan dia memiliki saksi dan barang bukti berupa balok dan papan.

-          Tiba Panggilan kedua dari Bapak ASFAR Selaku Penyidik, panggilan tersebut melalui telepon seluler dengan alasan jarak yang jauh sehingga tidak dapat mengirim surat panggilan. Dalam panggilan tahap ke dua ini Pihak kepolisian kurang lebih menanyakan dan menggiring Pak Najamuddin untuk mengakui  penebangan pohon sebnyak 8 pohon kayu tersebut.

-          Pada Tanggal 4 November 2013 tiba panggilan ketiga untuk Pak Najamuddin menghadap ke Polres sinjai untuk dimintai keterangan lebih lanjut pada tanggal 5 November 2013. Panggilan tersebut melalui telepon seluler ole Pak ASFAR, namun pada waktu itu mertua Pak najamuddin meninggal dan berjanji akan datang menghadap pada hari rabu tanggal 6 November 2013.

-          Pada Tanggal 6 November 2013 Pak Najamuddin memenuhi panggilan kepolisian, setelah tiba di Ruang penyidik, Pak najamuddin kemudian di arahkan ke ruang lain dan tanpa ada proses lebih lanjut beliau langsung di antar ke Kantor Kejaksaan Negeri Sinjai oleh Pak ASFAR dengan membawa sejumlah berkas.

-          Setelah tiba di Kantor kejaksaan Negeri Sinjai, Pak SUARDI yang selaku polisi kehutanan Dan juga sebagai pelapor atas kasus ini telah berada di tempat itu menunggu Pak Najamuddin. ( Pak najamuddin Tidak Mengetahui bahwa Pak SUARDI adalah pihak pelapor atas kasusnya, Informasi ini di dapatkan setelah kawan kawan dari pers kampus dan Mahasiswa yang tergabung dalam Front GERTAK mendatangi Polres Sinjai mempertanyakan hal tersebut).

-          Di Kantor Kejaksaan Negeri Sinjai ternyata berkas Berita Acara Pemeriksaan Pak Najamuddin dari kepolisian di anggap lengkap dan telah memenuhi P-21.  Tanpa di persilahkan membaca dan mempelajari lebih lanjut BAP tersebut, Pak Najamuddin Langsung di minta Menandatangani BAP dari kepolisian tersebut di kantor Kejaksaan Negeri Sinjai, dengan merasa ada penekanan beliau menandatangani BAP tersebut sekaligus di lanjutkan dengan Penandatangan Berita acara Penahanan oleh Kejaksaan Negeri Sinjai dan selanjutnya status beliau menjadi status TERSANGKA.

Ini adalah salah satu dari sederetan kasus kriminalisasi dengan kehutanan yang dialami Masyarakat di negeri ini.  Hanya karena persoalan Masyarakat membutuhkan lahan untuk hidup dan membutuhkan rumah untuk berteduh, tetapi mereka menghadapi berbagai potensi ancaman kriminalisasi. Hal inipun pernah terjadi Pada tahun 2006 di Desa Seberang, tepatnya di Desa TERASA Kecamatan Sinjai Barat yang pada waktu itu Masyarakat mengalami tekanan Psikologis dari ancaman Kepala dinas KEHUTANAN  untuk bertanggung jawab atas Matinya bibit pohon kayu Program GNRHL, yang berujung MASYARAKAT NEKAT MINUM RACUN DAN MENINGGALDUNIA.
Kejadian serupa juga sedang menimpa masyarakat adat Barambang-Katute yang saat ini sudah dalam status terpidana namun 11 terpidanan tersebut dengan tegas mengatakan menolak putusan Mahkamah Agung dan menolak di Tangkap karena putusan tersebut tidak memenuhi rasa keadilan mereka.
Mari rapatkan barisan, satukan simpul-simpul kekuatan rakyat yang sedang dikriminalkan oleh aparat negara, jika hukum tak lagi berpihak kepada rakyat maka hukum rakyatlah jalan keluarnya, negara telah mengajari kita menjadi pembangkang dari proses-proses yang sangat tidak adil.

Sumber :
Hasil Wawancara langsung Tim GERTAK dengan Pak Najamuddin (Tersangka), informasi dari kepolisian dan kejaksaan Negeri Sinjai
Penulis:
Wahyu Siregar (Humas Front GERTAK Sinjai)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar