oleh Tandiono Bawor Purbaya email: bawor06@yahoo.com
Disampaikan dalam FGD Pengkajian Hukum Tentang Peluang Peradilan Adat Dalam Menyelesaikan Sengketa Antara Masyarakat Hukum Adat Dengan Pihak Luar;
BPHN, 24 Oktober 2013
Disampaikan dalam FGD Pengkajian Hukum Tentang Peluang Peradilan Adat Dalam Menyelesaikan Sengketa Antara Masyarakat Hukum Adat Dengan Pihak Luar;
BPHN, 24 Oktober 2013
ARUS BALIK PENGAKUAN PERADILAN ADAT
Beberapa tahun terakhir issue peradilan adat nampak mengemuka. Setelah bertahun-tahun dimatikan melalui UU Darurat No 1 tahun 1951, khususnya pasal 1 (2) huruf b; dilanjutkan dengan penghapusan secara tidak langsung peradilan desa melalui UU 14/1970 tentang UU Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang terakhir kali diubah dengan UU 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Pasal 2, ayat 3 UU 48/2009).
Meskipun begitu secara sporadis keberadaan peradilan adat muncul
dalam berbagai peraturan perundang-undangan seperti dalam UU 18/2004
tentang perkebunan yaitu di penjelasan pasal 9 ayat 2 yang menyebutkan
…d. ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat yang masih
ditaati. Bahkan, Dokumen Strategi Nasional (Stranas) Akses terhadap
Keadilan sebagai bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah
2010-2014 dalam pokok-pokok yang menjadi usulan strategi nasional
menjadikan mekanisme-mekanisme keadilan berbasiskan masyarakat adat
sebagai bagian dari strateginya, yaitu Penguatan dan pemberdayaan sistem
keadilan berbasis komunitas (Dokumen Stranas Akses terhadap Keadilan,
Bappenas, Jakarta, halaman XVII).
Demikian halnya, di tingkat daerah di beberapa wilayah keberadaan
peradilan adat mendapatkan pengesahannya, yaitu UU 21/ 2001 tentang
Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Pasal 50 (2) dan pasal 51 UU
21/2001) dan Peraturan Daerah Khusus Papua No. 20/2008 tentang Peradilan
Adat di Papua; UU 44/1999 tentang Keistimewaan Aceh; dan UU 11/2006
tentang Pemerintahan Aceh beserta aturan pelaksanaannya baik berupa
Perda maupun qonum, Sedangkan di daerah lain keberadaan peradilan adat
diatur melalui Perda atau Peraturan Gubernur (Peraturan Daerah Provinsi
Kalimantan Tengah No. 16 tahun 2008) . Perlu juga diperhatikan bagaimana
sejumlah lembaga donor mendorong terwujudnya peradilan adat di
Indonesia di daerah-daerah yang dikaitkan dengan issue akses terhadap
keadilan.
Selengkapnya Baca di http://huma.or.id/pembaruan-hukum-dan-resolusi-konflik/ketika-negara-tidak-mampu-keberadaan-peradilan-adat-dalam-konflik-sda.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar